Mengapa hal tersebut bisa terjadi pada diriku? Pertanyaan dasar ini menjadi sebuah keniscayaan yang muncul dalam pikiran kita ketika suatu peristiwa terjadi, terutama untuk sebuah peristiwa yang tidak baik.

Dan jawaban dari pertanyaan ini akan mengukur sejauh mana kedalaman hati kita mampu memikirikannya dan ia akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita memandang dan menjalani proses kehidupan.

Pola berpikir seperti ini adalah sebuah prinsip dari Kausalitas atau sebab akibat. Prinsip kausalitas berbunyi, “Segala sesuatu membutuhkan sebab untuk meng – ada, kecuali keberadaan itu sendiri.” Secara sederhananya saya ingin mengatakan bahwa tak mungkin ada akibat bila tak ada sebab karena semua akibat itu berasal dari sebab.

Sebagai suatu cara pandang, hukum sebab akibat sudah ada sejak manusia mulai menggunakan akal pikirannya di dunia ini, karena secara alamiah hukum ini melekat dalam berbagai aktivitas dasar kehidupan. Sebab makan mengakibatkan kenyang, sebab mengantuk mengakibatkan tertidur dan sebagainya.

Sebagian manusia mungkin menganggap ini sebuah siklus yang biasa saja, sudah menjadi ketentuan dan memang sudah begitu adanya. Namun  sebagian manusia yang yang tidak puas dengan pola–pola sederhana seperti contoh di atas, menganggapnya sebagai suatu fenomena yang membutuhkan pemikiran mendalam untuk mendapatkan jawaban sebenarnya.

Sayangnya, seringkali dalam proses tersebut yang dihasilkan adalah kekeliruan dalam membuat kesimpulan karena salah dalam menggunakan asumsi yang mendasarinya. Terkadang sebuah akibat yang muncul kita simpulkan terjadi karena sebuah sebab yang salah. Kesalahan berpikir ini disebut dengan post hoc ergo propter hoc. (untuk lebih jelasnya tentang post hoc ergo propter hoc bisa di baca pada artikel Intelektual Kuldesak dan Mitos)

Kita simpulkan misalnya bahwa kita saat ini menderita karena perbuatan si A yang mendzolimi kita.  Jika ditilik dari sifat  kausalitas yang saya sebutkan di atas, tentunya kita perlu untuk menganalisanya terlebih dahulu. Satu sebab yang sama akan menghasilkan akibat yang sama. Jika kita mengalami sebuah pendzoliman saat ini, sebagai makhluk yang diberi kemampuan untuk berpikir tentu kita harus memikirikan lebih dalam dan benar tentang sebab akibatnya. Jika dzolim adalah sebuah akibat yang kita terima tentunya sesuai dengan prinsip kausalitas, maka dzolim juga adalah sebuah sebab. Dzolim yang kita terima adalah juga karena dzolim yang pernah kita lakukan.

Jika hati dipenuhi dengan kejernihan berpikir, maka sebuah akibat tidak baik yang kita alami tidak akan kita munculkan sebuah pertanyaan, “mengapa hal tersebut bisa terjadi pada diriku?” namun melainkan akan kita kembalikan ke diri sendiri dengan sebuah pertanyaan, “apa yang telah aku lakukan hingga ini terjadi?”  Semoga kita semua diberi kejernihan hati dan kebijakan berpikir.